APAKAH BENAR BAHWA BULAN MUHARROM ITU ADALAH
BULAN SIAL (YANG MEMBAWA KESIALAN & KEJELEKAN), SEBAGAIMANA YANG BANYAK
DIYAKINI OLEH MASYARAKAT ?
Jawabnya : “Ini tidak benar !” Ini hanyalah
keyakinan atau anggapan tanpa dasar, yang muncul pada kebanyakan masyarakat
kita, yang sumbernya adalah : “katanya dan katanya.” Atau, karena mengikuti “anggapan
dan keyakinan dari nenek moyang”. Maka tentu
saja, pendalilan seperti ini tidak bisa diterima, dan jauh dari kebenaran.
Lagi pula, keyakinan atau sangkaan seperti
itu, bertentangan dengan dalil-dalil yang disebutkan di atas, yang menegaskan
bahwa bulan Muharrom adalah termasuk dari salah satu bulan yang disucikan atau
dimuliakan dalam agama Islam ini.
Disamping itu, bila kita perhatikan
dalil-dalil yang lainnya, maka kita akan melihat banyaknya kesalahan dan
kerusakan anggapan tersebut di atas. Apa saja itu ?
Diantaranya adalah sebagai berikut :
PERTAMA : Menganggap bahwa Muharrom adalah bulan
sial, termasuk bentuk celaan terhadap masa atau waktu, padahal masa atau
waktu tersebut termasuk makhluk yang diciptakan oleh Alloh Ta’ala. Maka mencela
waktu atau masa, sama saja seperti mencela yang menciptakannya, yakni mencela
Alloh Ta’ala. Dan ini termasuk kebiasaan dan perbuatannya orang-orang musyrik.
Sebagaimana yang dijelaskan dalam firman Alloh
Ta’ala :
وَقَالُواْ مَا هِيَ إِلَّا حَيَاتُنَا ٱلدُّنۡيَا نَمُوتُ وَنَحۡيَا وَمَا يُهۡلِكُنَآ إِلَّا ٱلدَّهۡرُۚ وَمَا لَهُم بِذَٰلِكَ مِنۡ عِلۡمٍۖ إِنۡ هُمۡ إِلَّا يَظُنُّونَ ٢٤
“Dan mereka berkata: "Kehidupan ini tidak
lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada
yang akan membinasakan kita selain masa", dan mereka sekali-kali tidak
mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga
saja.” (QS Al-Jatsiyyah
: 24)
Maka dalam ayat ini, orang-orang musyrik
menisbahkan (menyandarkan) kehidupan atau kematian itu kepada masa atau waktu.
Dan meyakini, masa atau waktu itulah penyebab dari semuanya. Yakni, penyebab
dari semua kejelekan yang menimpa mereka. Dan inilah kekufuran dan kesyirikan
mereka. Dan ini pun juga termasuk bentuk
celaan terhadap masa atau waktu.
Padahal yang benar, Alloh Ta’ala sajalah yang
menyebabkan itu semuanya, yakni yang menghidupkan atau mematikan, yang
mendatangkan kesenangan atau kesedihan, dan sebagainya.
Dalam hadits Qudsi yang shohih, Nabi Muhammad
shollallohu ‘alaihi wa sallam juga menegaskan, mencela masa atau waktu itu,
sama dengan mencela dan menyakiti Alloh Ta’ala. Dalam hadits Abu Huroiroh
rodhiyallohu ‘anhu, Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Alloh Azza wa Jalla berfirman : “Aku disakiti
oleh anak Adam (manusia). Dia mencela masa atau waktu, padahal Aku-lah (Yang
menciptakan dan mengatur) waktu, Aku-lah Yang membolak-balikkan malam dan
siang.” (HR Imam
Muslim no. 6000)
Dalam lafadz lainnya :
“Alloh Azza wa Jalla berfirman : “Aku disakiti
oleh anak Adam. Dia mengatakan : “Ya Khoibatad Dahr” (ini adalah kata yang
diucapkan sebagai ungkapan untuk mencela waktu, edt.). Janganlah salah seorang
di antara kalian mengatakan “Ya Khoibatad dahr”, karena Aku adalah (Yang
menciptakan dan yang mengatur) waktu. Aku-lah yang membolak-balikkan malam dan
siang. Jika Aku mau, tentu Aku akan menggenggam keduanya.” (HR Imam Muslim no. 6001)
Maka berdasarkan dalil-dalil tersebut di atas
dan juga masih banyak yang lainnya dapat disimpulkan, bahwa mencela masa atau
waktu termasuk perbuatan yang dilarang dan diharamkan dalam syariat agama kita
ini. Bahkan bisa dianggap telah melakukan perbuatan syirik (menyektukan Alloh
Ta’ala), bila dia menganggap bahwa masa atau waktu itulah penyebab timbulnya
kejelekan atau kesialan yang menimpanya. Wallohu a’lamu bis showab.
KEDUA : Menganggap bulan Muharrom sebagai bulan
sial, ini termasuk bentuk Thiyaroh atau Tathoyyur, yakni suatu
keyakinan (atau anggapan) bahwa suatu keberuntungan atau kesialan itu,
disebabkan oleh hal-hal tertentu. Apakah itu karena adanya kejadian-kejadian
tertentu, di waktu-waktu tertentu, tempat-tempat atau pada benda-benda atau
hewan tertentu, dan lain-lain.
Thiyaroh atau Tathoyyur ini adalah keyakinan
yang ada pada orang-orang jahiliyyah dahulu. Karena mereka berkeyakinan, bahwa
Thoyaroh atau Tathoyyur itu dapat mendatangkan manfaat atau bisa menolak/menghindarkan
madhorot yang akan menimpa.
Dan ketika Islam datang, maka diluruskanlah dan
ditepislah keyakinan seperti itu. Yakni bahwa yang benar, bahwa segala sesuatu
yang terjadi di alam semesta ini, semuanya terjadi atas kehendak Alloh Ta’ala,
bukan karena sebab-sebab yang lain. Alloh Ta’ala berfirman :
فَإِذَا جَآءَتۡهُمُ ٱلۡحَسَنَةُ قَالُواْ لَنَا هَٰذِهِۦۖ وَإِن تُصِبۡهُمۡ سَيِّئَةٞ يَطَّيَّرُواْ بِمُوسَىٰ وَمَن مَّعَهُۥٓۗ أَلَآ إِنَّمَا طَٰٓئِرُهُمۡ عِندَ ٱللَّهِ وَلَٰكِنَّ أَكۡثَرَهُمۡ لَا يَعۡلَمُونَ ١٣١
“Kemudian apabila datang kepada mereka
kemakmuran, mereka berkata: "Itu adalah karena (usaha) kami". Dan
jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu
kepada Musa dan orang-orang yang besertanya. Ketahuilah, sesungguhnya kesialan
mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan mereka tidak
mengetahui.” (QS
Al-A’rof : 131)
Dan ketahuilah pula, bahwa Thiyaroh atau
Tathoyyur itu termasuk amalan kesyirikan. Sebagaimana ditegaskan oleh Nabi
Muhammad shollallohu ‘alaihi wa sallam dalam sabda beliau :
“Thiyaroh itu adalah kesyirikan !” (HR Imam Ahmad & At-Tirmidzi, sanadnya
shohih)
Orang yang melakukan Thiyaroh dianggap telah
melakukan kesyirikan, kerena beberapa alasan sebagai berikut :
1. Karena dia
meninggalkan sikap Tawakkal kepada Alloh Ta’ala. Padahal tawakkal itu adalah
salah satu ibadah yang diperintahkan oleh Alloh Ta’ala kepada seluruh
hamba-Nya.
2. Karena dengan
perbuatan tathoyyurnya tersebut, berarti dia telah menggantungkan hatinya dan
harapannya kepada sesuatu selain Alloh, dan menetapkan sebab musabbab dari
segala sesuatu kepada selain Alloh Ta’ala. Inilah bentuk kesyirikannya.
Lalu, bagaimana caranya agar perbuatan
Tathoyyur itu bisa hilang dari hati kita ? Caranya, telah ditunjukkan Nabi kita
Muhammad shollallohu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana dalam hadits Ibnu Mas’ud
rodhiyallohu ‘anhu, bahwa Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Thiyaroh/Tathoyyur itu adalah kesyirikan…..
Thiyaroh/Tathoyyur itu adalah kesyirikan, dan setiap orang pasti ..(pernah
terlintas dalam hatinya perasaan tentang tathoyyur ini). Hanya saja, Alloh
menghilangkannya dengan menumbuhkan sikap Tawakkal kepada-Nya.”
(HR Imam Abu Dawud dan At-Tirmidzi,
dan dishohihkan oleh beliau)
Dengan sebab Tawakkal kepada Alloh, insya
Alloh perasaan sial karena sesuatu itu akan hilang dan lenyap. Disamping itu,
orang yang bertawakkal kepada Alloh, akan dicukupi kebutuhannya oleh Alloh
Ta’ala, sbagaimana Alloh Ta’ala menegaskan hal itu dalam firman-Nya :
وَمَن يَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِ فَهُوَ حَسۡبُهُۥٓۚ ٣
“Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah
niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya…..” (QS At-Tholaq : 3)
Jadi, penjelasan tersebut di atas semuanya itu
menunjukkan, tidak selayaknya kita menuduhkan kesialan itu kepada yang lain,
apakah itu kepada hari tertentu, bulan tertentu, tanggal atau angka tertentu,
atau karena adanya burung atau hewan-hewan tertentu, dan sebagainya.
Semuanya
itu tidak benar, bahkan hanya akan merusak akidah atau keyakinan kita. Cukuplah
bagi kita, bertawakkal kepada Alloh Ta’ala, sambil terus meminta tolong
kepada-Nya, agar dimudahkan segala urusan kita.
Wallohu a’lamu bis showab.
Akhukum fillah, Abu Abdirrohman Yoyok WN Sby.