AQIDAH KITA TENTANG BULAN MUHARROM (SYURO) (BAGIAN KE-2)


Hasil gambar untuk bulan muharram
APAKAH BENAR BAHWA BULAN MUHARROM ITU ADALAH BULAN SIAL (YANG MEMBAWA KESIALAN & KEJELEKAN), SEBAGAIMANA YANG BANYAK DIYAKINI OLEH MASYARAKAT ?


Jawabnya : “Ini tidak benar !” Ini hanyalah keyakinan atau anggapan tanpa dasar, yang muncul pada kebanyakan masyarakat kita, yang sumbernya adalah : “katanya dan katanya.” Atau, karena mengikuti “anggapan dan keyakinan  dari nenek moyang”. Maka tentu saja, pendalilan seperti ini tidak bisa diterima, dan jauh dari kebenaran.

Lagi pula, keyakinan atau sangkaan seperti itu, bertentangan dengan dalil-dalil yang disebutkan di atas, yang menegaskan bahwa bulan Muharrom adalah termasuk dari salah satu bulan yang disucikan atau dimuliakan dalam agama Islam ini.  

Disamping itu, bila kita perhatikan dalil-dalil yang lainnya, maka kita akan melihat banyaknya kesalahan dan kerusakan anggapan tersebut di atas. Apa saja itu ?

Diantaranya adalah sebagai berikut :

PERTAMA : Menganggap bahwa Muharrom adalah bulan sial, termasuk bentuk celaan terhadap masa atau waktu, padahal masa atau waktu tersebut termasuk makhluk yang diciptakan oleh Alloh Ta’ala. Maka mencela waktu atau masa, sama saja seperti mencela yang menciptakannya, yakni mencela Alloh Ta’ala. Dan ini termasuk kebiasaan dan perbuatannya orang-orang musyrik.

Sebagaimana yang dijelaskan dalam firman Alloh Ta’ala : 

وَقَالُواْ مَا هِيَ إِلَّا حَيَاتُنَا ٱلدُّنۡيَا نَمُوتُ وَنَحۡيَا وَمَا يُهۡلِكُنَآ إِلَّا ٱلدَّهۡرُۚ وَمَا لَهُم بِذَٰلِكَ مِنۡ عِلۡمٍۖ إِنۡ هُمۡ إِلَّا يَظُنُّونَ ٢٤

“Dan mereka berkata: "Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang akan membinasakan kita selain masa", dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja.” (QS Al-Jatsiyyah : 24)

Maka dalam ayat ini, orang-orang musyrik menisbahkan (menyandarkan) kehidupan atau kematian itu kepada masa atau waktu. Dan meyakini, masa atau waktu itulah penyebab dari semuanya. Yakni, penyebab dari semua kejelekan yang menimpa mereka. Dan inilah kekufuran dan kesyirikan mereka. Dan ini pun  juga termasuk bentuk celaan terhadap masa atau waktu.

Padahal yang benar, Alloh Ta’ala sajalah yang menyebabkan itu semuanya, yakni yang menghidupkan atau mematikan, yang mendatangkan kesenangan atau kesedihan, dan sebagainya.

Dalam hadits Qudsi yang shohih, Nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wa sallam juga menegaskan, mencela masa atau waktu itu, sama dengan mencela dan menyakiti Alloh Ta’ala. Dalam hadits Abu Huroiroh rodhiyallohu ‘anhu, Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Alloh Azza wa Jalla berfirman : “Aku disakiti oleh anak Adam (manusia). Dia mencela masa atau waktu, padahal Aku-lah (Yang menciptakan dan mengatur) waktu, Aku-lah Yang membolak-balikkan malam dan siang.” (HR Imam Muslim no. 6000)

Dalam lafadz lainnya :

“Alloh Azza wa Jalla berfirman : “Aku disakiti oleh anak Adam. Dia mengatakan : “Ya Khoibatad Dahr” (ini adalah kata yang diucapkan sebagai ungkapan untuk mencela waktu, edt.). Janganlah salah seorang di antara kalian mengatakan “Ya Khoibatad dahr”, karena Aku adalah (Yang menciptakan dan yang mengatur) waktu. Aku-lah yang membolak-balikkan malam dan siang. Jika Aku mau, tentu Aku akan menggenggam keduanya.” (HR Imam Muslim no. 6001)

Maka berdasarkan dalil-dalil tersebut di atas dan juga masih banyak yang lainnya dapat disimpulkan, bahwa mencela masa atau waktu termasuk perbuatan yang dilarang dan diharamkan dalam syariat agama kita ini. Bahkan bisa dianggap telah melakukan perbuatan syirik (menyektukan Alloh Ta’ala), bila dia menganggap bahwa masa atau waktu itulah penyebab timbulnya kejelekan atau kesialan yang menimpanya. Wallohu a’lamu bis showab. 


KEDUA : Menganggap bulan Muharrom sebagai bulan sial, ini termasuk bentuk Thiyaroh atau Tathoyyur, yakni suatu keyakinan (atau anggapan) bahwa suatu keberuntungan atau kesialan itu, disebabkan oleh hal-hal tertentu. Apakah itu karena adanya kejadian-kejadian tertentu, di waktu-waktu tertentu, tempat-tempat atau pada benda-benda atau hewan tertentu, dan lain-lain.

Thiyaroh atau Tathoyyur ini adalah keyakinan yang ada pada orang-orang jahiliyyah dahulu. Karena mereka berkeyakinan, bahwa Thoyaroh atau Tathoyyur itu dapat mendatangkan manfaat atau bisa menolak/menghindarkan madhorot yang akan menimpa.

Dan ketika Islam datang, maka diluruskanlah dan ditepislah keyakinan seperti itu. Yakni bahwa yang benar, bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam semesta ini, semuanya terjadi atas kehendak Alloh Ta’ala, bukan karena sebab-sebab yang lain. Alloh Ta’ala berfirman :

فَإِذَا جَآءَتۡهُمُ ٱلۡحَسَنَةُ قَالُواْ لَنَا هَٰذِهِۦۖ وَإِن تُصِبۡهُمۡ سَيِّئَةٞ يَطَّيَّرُواْ بِمُوسَىٰ وَمَن مَّعَهُۥٓۗ أَلَآ إِنَّمَا طَٰٓئِرُهُمۡ عِندَ ٱللَّهِ وَلَٰكِنَّ أَكۡثَرَهُمۡ لَا يَعۡلَمُونَ ١٣١

“Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran, mereka berkata: "Itu adalah karena (usaha) kami". Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang besertanya. Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (QS Al-A’rof : 131)

Dan ketahuilah pula, bahwa Thiyaroh atau Tathoyyur itu termasuk amalan kesyirikan. Sebagaimana ditegaskan oleh Nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wa sallam dalam sabda beliau :

“Thiyaroh itu adalah kesyirikan !” (HR Imam Ahmad & At-Tirmidzi, sanadnya shohih)

Orang yang melakukan Thiyaroh dianggap telah melakukan kesyirikan, kerena beberapa alasan sebagai berikut :

1. Karena dia meninggalkan sikap Tawakkal kepada Alloh Ta’ala. Padahal tawakkal itu adalah salah satu ibadah yang diperintahkan oleh Alloh Ta’ala kepada seluruh hamba-Nya.

2. Karena dengan perbuatan tathoyyurnya tersebut, berarti dia telah menggantungkan hatinya dan harapannya kepada sesuatu selain Alloh, dan menetapkan sebab musabbab dari segala sesuatu kepada selain Alloh Ta’ala. Inilah bentuk kesyirikannya.   

Lalu, bagaimana caranya agar perbuatan Tathoyyur itu bisa hilang dari hati kita ? Caranya, telah ditunjukkan Nabi kita Muhammad shollallohu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana dalam hadits Ibnu Mas’ud rodhiyallohu ‘anhu, bahwa Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Thiyaroh/Tathoyyur itu adalah kesyirikan….. Thiyaroh/Tathoyyur itu adalah kesyirikan, dan setiap orang pasti ..(pernah terlintas dalam hatinya perasaan tentang tathoyyur ini). Hanya saja, Alloh menghilangkannya dengan menumbuhkan sikap Tawakkal kepada-Nya.”
(HR Imam Abu Dawud dan At-Tirmidzi, dan dishohihkan oleh beliau)

Dengan sebab Tawakkal kepada Alloh, insya Alloh perasaan sial karena sesuatu itu akan hilang dan lenyap. Disamping itu, orang yang bertawakkal kepada Alloh, akan dicukupi kebutuhannya oleh Alloh Ta’ala, sbagaimana Alloh Ta’ala menegaskan hal itu dalam firman-Nya :

وَمَن يَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِ فَهُوَ حَسۡبُهُۥٓۚ ٣

“Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya…..” (QS At-Tholaq : 3)

Jadi, penjelasan tersebut di atas semuanya itu menunjukkan, tidak selayaknya kita menuduhkan kesialan itu kepada yang lain, apakah itu kepada hari tertentu, bulan tertentu, tanggal atau angka tertentu, atau karena adanya burung atau hewan-hewan tertentu, dan sebagainya. 

Semuanya itu tidak benar, bahkan hanya akan merusak akidah atau keyakinan kita. Cukuplah bagi kita, bertawakkal kepada Alloh Ta’ala, sambil terus meminta tolong kepada-Nya, agar dimudahkan segala urusan kita. 

Wallohu a’lamu bis showab.


Akhukum fillah, Abu Abdirrohman Yoyok WN Sby.