TAUSHIYYAH (NASEHAT)


Image result for PILAR MASJID
BERSEMANGATLAH IBADAH DI AKHIR ROMADHON, JANGAN BERTAMBAH LOYO (KURANG SEMANGAT)


Saudaraku kaum muslimin, diantara tuntunan Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam kaitannya dengan ibadah di bulan Romadhon ini, khususnya di akhir-akhir Romadhon seperti ini, adalah hendaknya kita semakin bersungguh-sungguh dan bersemangat dalam beribadah, bukan malah loyo atau berkurang semangatnya.


Ya, mestinya setelah beberapa hari di bulan Romadhon ini kita terbiasa dengan puasa, sholat tarowih, membaca Al-Qur’an, bershodaqoh dan lain-lain, tentunya kita sudah terlatih dan terbiasa.


Nah, justru di akhir-akhir Romadhon inilah saat-saat yang menentukan. Keistiqomahan kita diuji, kesabaran kita perlu dibuktikan. Bila kita benar-benar mengaku pengikut setia Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam, perhatikanlah bagaimana ibadah beliau bila berada di sepuluh hari terakhir di bulan Romadhon. Lalu berusahalah ittiba’ (mengikuti) jalan ibadah yang ditempuh beliau. Siapkah kita ?


Ummul Mu’minin Aisyah rodhiyallohu ‘anha, pernah menceritakan bagaimana ibadah beliau di akhir-akhir Romadhon seperti ini :


كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا دخل العشر الأواخر من رمضان أحيا الليل وأيقظ أهله وجد وشد المئزر


“Adalah Nabi shollallohu ’alaihi wa sallam apabila masuk pada sepuluh hari terakhir dari bulan Romadhon, beliau biasa menghidupkan malamnya (dengan ibadah), dan membangunkan keluarganya (juga agar mereka mau beribadah), dan beliau bersungguh-sungguh (dalam beribadah tersebut), dan beliau mengencangkan kain sarungnya (yakni tidak menggauli istri-istrinya, edt.).” (HR Imam Al-Bukhori dalam Fathul Bari (4/269) dan Muslim no. 1174) 


Ummul Mu’minin Aisyah Rodhiyallohu anha juga berkata :


كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يجتهد في رمضان مالا يجتهد في غيره، وفي العشر الأواخر منه مالا يجتهد في غيره


“Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersungguh-sungguh (dalam beribadah) di bulan Romadhon tidak sebagaimana pada bulan-bulan yang lainnya. (Demikian pula beliau bersungguh-sungguh dalam beribadah) pada sepuluh hari terakhir dari bulan Romadhon tersebut tidak sebagaimana pada hari-hari lainnya (juga di bulan Romadhon tersebut, edt.).” (HR Imam Muslim no. 1175) 


As-Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin rohimahulloh berkata : “Bahwa Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam itu apabila memasuki sepuluh hari terakhir dari bulan Romadhon, maka beliau menghidupkan malam harinya, yaitu menghidupkannya dengan dzikir, membaca Al-Qur’an, sholat dan ibada. Beliau juga membangunkan keluarganya, dan mengencangkan kain sarungnya. Beliau membangunkan mereka agar mereka sholat. Dan beliau mengencangkan kain sarungnya, yakni melakukan persiapan dengan persiapan yang sempurna untuk beramal. Karena mengencangkan kain sarung, maknanya adalah bahwa seseorang itu mempersiapkan dirinya untuk beramal dan menguatkannya. Adapula yang berkata, maknanya adalah dia menjauhi istrinya (tidak menggaulinya/menjima’inya). Demikianlah keadaan Nabi ‘alaihis sholatu wa sallam. Beliau mengkonsentrasikan untuk beribadah. Dan kedua makna tersebut di atas adalah shohih (benar).


Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam benar-benar mengkonsentrasikan dirinya untuk beribadah pada sepuluh hari terakhir di bulan Romadhon. Beliau menghidupkan seluruh malamnya untuk melakukan ketaatan kepada Alloh. Inilah kemurahan beliau terhadap dirinya, yakni kemurahan jiwa beliau untuk menunaikan hak-hak Alloh Subahanahu wa Ta’ala. Dan Alloh-lah yang memberikan karunia kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya. Apabila Alloh Ta’ala memberikan karunia kepadamu untuk melakukan amalan (sholih), maka itulah “minnah” (karunia). Pertama kali, Alloh memberikan karunia (taufiq) kepadamu untuk beramal. Kemudian yang kedua, Dia memberikan karunia kepadamu untuk menerima amalanmu. Semoga Alloh Ta’ala memberikan taufiq-Nya kepada kami dan kalian untuk (mengamalkan) apa yang dicintai-Nya.”


(Syarh Riyadhis Sholihin (3/418), karya Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin rohimahulloh, penerbit Darul Aqidah)  



Dari hadits-hadits tersebut di atas, dapat kita ambil pelajaran dan kesimpulan sebagai berikut :

1.      Penjelasan tentang betapa lezatnya / nikmatnya ibadah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wa sallam, dan betapa sabar serta tekunnya beliau dalam melakukan ibadah tersebut.

2.      Menunjukkan semangatnya Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam dalam melakukan ketaatan terhadap Robb-nya, dan kesungguhan beliau dalam meraih ridho Alloh Ta’ala.

3.      Keutamaan sepuluh hari terakhir dari bulan Romadhon.

4.      Bahwa menjauhi istri (yakni dengan tidak menggaulinya untuk sementara waktu) di waktu-waktu tersebut, akan lebih menambah semangat ibadah dan terus menerus di atas ibadah tersebut.

5.      Disunnahkan terus menerus di atas ketaatan kepada Alloh, khususnya pada waktu-waktu tersebut (meskipun sebenarnya, kapan saja kita ini diperintah untuk selalu berbuat ketaatan kepada Alloh).

6.      Disunnahkan untuk benar-benar memanfaatkan waktu-waktu yang utama untuk melakukan ibadah dan ketaatan.

7.      Selayaknya bagi kita mencontoh dan mengikuti semangat Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam dalam beribadah, dan juga anjuran bagi kita untuk mendorong (memberikan semangat) kepada keluarga kita dalam menunaikan ibadah, dan mendidik mereka untuk selalu melakukan amal-amal ketaatan, dan lebih khusus lagi memerintahkan mereka agar melaksanakan sholat. Wallohu a’lamu bis showab.  


(lihat : Bahjatun Nadhirin Syarh Riyadhis Sholihin (2/339) karya Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilaly hafidhzohulloh, dengan beberapa tambahan yang lain)  


Saudaraku kaum muslimin rohimakumulloh, demikianlah bimbingan Nabi kita Muhammad shollallohu ‘alaihi wa sallam, khususnya tentang ibadah di akhir-akhir Romadhon. Kami sampaikan ini, agar kita semua tetap semangat dalam beribadah di bulan Romadhon ini, mulai dari awal Romadhon hingga akhir Romadhon nanti. Janganlah kesibukan kita untuk menyambut hari raya Idul Fitri justru melalaikan kita dari bersungguh-sungguh dalam beribadah di akhir-akhir Romadhon.


Ingatlah wahai saudaraku, Romadhon kali ini adalah kesempatan emas untuk “mendulang” pahala dan ridho Alloh Subahanahu wa Ta’ala, dengan amal sholih dan ibadah yang kita lakukan. Dan yang lebih kita harapkan adalah “maghfiroh”-Nya (ampunan-Nya) kepada kita.


Sungguh merugi, bila kita telah diberi kesempatan berada di bulan yang mulia ini, tetapi kemudian kita keluar darinya nanti dalam keadaan tidak mendapatkan “ampunan” dari-Nya.


Dalam sebuah hadits dari Anas bin Malik rodhiyallohu ‘anhu dan yang lainnya disebutkan :

“Tatkala Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam naik ke mimbar beliau, maka beliau mengucapkan “Aamiin”, “Aamiin”, “Aamiin” (sebanyak tiga kali, yakni ketika beliau menaiki setiap tingkatannya, diamana mimbar Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam ketika itu terdiri dari tiga tingkat tangga, wallohu a’lamu bis showab, edt.). Maka mereka (para sahabat) berkata : “Wahai Rosululloh, untuk apakah Anda mengucapkan “Aamiin” (yang artinya, semoga Alloh mengabulkan) ?” Lalu beliau menjelaskan : “Malaikat Jibril telah mendatangiku. Lalu dia berkata : “Wahai Muhammad, sungguh celaka/merugi seseorang yang telah disebutkan namamu dihadapannya tetapi dia tidak mau bersholawat untukmu. Katakanlah “Aamiin !” Maka akupun mengucapkan “Aamiin”. Kemudian dia berkata lagi : “Sungguh celaka/merugi, seseorang (yang telah diberi kesempatan) masuk di bulan Romadhon, tetapi kemudian dia keluar dari bulan Romadhon tersebut dalam keadaan tidak diampuni dosa-dosanya. Katakanlah “Aamiin !” Maka akupun mengucapkan “Aamiin.” Kemudaian dia berkata lagi : “Sungguh celaka/merugi, seseorang yang masih menjumpai kedua orang tuanya (masih hidup) atau salah satunya, tetapi (keberadaan) kedua orang tuanya tersebut tidak menyebabkan dirinya masuk ke dalam surga (yakni karena dia durhaka kepada orang tuanya atau dia menyia-nyiakan orang tuanya, edt.). Katakanlah : “Aamiin !” Maka akupun mengucapkan “Aamiin.”


Tentang hadits ini, guru kami As-Syaikh Abu Abdillah Muhammad bin Ali bin Hizam hafidzhohulloh mengatakan : “Hadits ini shohih bi syawahidih (shohih dengan penguat-penguatnya). Dikeluarkan oleh Al-Bazzar sebagaimana dalam Kasyful Astar (no. 3168), dan Isma’il Al-Qodhi dalam Fadhlus Sholati ‘alan Nabiy shollallohu ‘alaihi wa sallam (no. 15) dari hadits Anas bin Malik rodhiyallohu ‘anhu. Di dalam sanadnya ada Salamah bin Wardan, dia ini dho’if (lemah).


Tetapi hadits ini mempunyai penguat dari hadits Abu Huroiroh rodhiyallohu ‘anhu, yang dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhori dalam Al-Adabul Mufrod (no. 646), Ibnu Khuzaimah (no. 1888), dan Al-Qodhi (no. 18), tetapi di dalam sanadnya Katsir bin Zaid Al-Aslami, dia tercampur hapalannya, dan padanya ada kedho’ifan (kelemahan).


Hadits tersebut juga mempunyai penguat dari jalan yang lain, sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Hibban (no. 907), dan sanadnya hasan (bagus), sebagaimana hal ini disebutkan dalam As-Shohihul Musnad (no. 1282) karya As-Syaikh Al-‘Allamah Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i rohimahuloh.


Dan hadits tersebut juga datang dari beberapa orang sahabat, tetapi apa yang telah kami sebutkan di atas adalah jalan-jalan yang paling kuat, wallohu a’lam. Lihatlah kitab-kitab sebagai berikut : Nadhmul Mutanatsir (hal. 88-89) karya Al-Kitani, An-Nahjus Sadiid (hal. 320 dst) karya Ad-Duwaisiry, Al-Qoulul Badi’ fis Sholati ‘alal Habibis Syafi’ (hal. 131 dst) karya As-Sakhowi. 


(selesai penjelasan guru kami, dari ta’liq kitab Fathul Majid li Syarhi Kitab At-Tauhid (hal. 46), karya guru kami tersebut)    


Semoga kita semua termasuk orang-orang yang mendapatkan keutamaan dari-Nya berupa “maghfiroh” Alloh Ta’ala. Karena itu, kami mengajak diri kami dan kepada antum semua wahai kaum muslimin, manfaatkan kesempatan ibadah di bulan Romadhon ini dengan sebaik-baiknya. Kepada Alloh sajalah kita memohon kemampuan dan taufiq dari-Nya. Walhamdulillah.



Akhukum fillah, Abu Abdirrohman Yoyok WN Sby
www.darul-ilmi-sby.blogspot.co.id