MENGGAPAI KEUTAMAAN LAILATUL QODAR
Saudaraku kaum muslimin ……
Salah satu keutamaan dan keistimewaan Bulan Romadhon, adalah
adanya satu malam, yang beribadah pada malam tersebut, nilai dan keutamaan
pahalanya sama dengan beribadah selama seribu bulan (kurang lebih, 83 tahun
lebih 4 bulan). Itulah yang dinamai dengan Lailatul Qodar.
Berikut ini akan kami uraikan penjelasan singkat tentang apa
itu Lailatul Qodar, dan hal-hal yang terkait dengannya. Tentunya, sesuai dengan
petunjuk dan tuntunan Nabi kita Muhammad shollallohu ‘alaihi wa sallam, dan
penjelasan para ulama yang terpercaya.
Mengapa dinamai dengan Lailatul Qodar ?
Secara bahasa, Lailatul Qodar tersusun atas dua kata, “Lail”,
yang artinya “malam”, dan “Al-Qodar”, yang artinya adalah “kemuliaan,
atau penetapan, atau pengaturan”
Para ulama menyebutkan beberapa sebab/alasan, mengapa dinamai
dengan Lailatul Qodar. Ada yang berpendapat, karena pada malam itu Alloh Ta’ala
menentukan/mengatur sesuai dengan kehendak-Nya, semua urusan (yang terkait
dengan kehidupan makhluk-Nya/hamba-Nya) selama satu tahun yang akan datang.
Dalil yang menunjukkan hal ini adalah firman Alloh Ta’ala :
إِنَّآ أَنزَلۡنَٰهُ فِي
لَيۡلَةٖ مُّبَٰرَكَةٍۚ إِنَّا كُنَّا مُنذِرِينَ ٣ فِيهَا
يُفۡرَقُ كُلُّ أَمۡرٍ حَكِيمٍ ٤ أَمۡرٗا
مِّنۡ عِندِنَآۚ إِنَّا كُنَّا مُرۡسِلِينَ ٥ رَحۡمَةٗ
مِّن رَّبِّكَۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡعَلِيمُ ٦
“Sesungguhnya Kami menurunkannya
pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi
peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.
(Yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami. Sesungguhnya Kami adalah Yang
mengutus rasul-rasul. Sebagai rahmat dari Robb-mu. Sesungguhnya Dialah Yang
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS Ad-Dukhon : 3-6)
Ada pula yang berpendapat, dinamai
dengan Lailatul Qodar, adalah karena keagungan dan kemuliaan malam itu. Karena
malam itu adalah malam yang dipilih oleh Alloh untuk diturunkannya Al-Qur’an, dan
turunnya segenap Malaikat dengan membawa keberkahan yang banyak. Disamping itu,
Al-Qodar itu sendiri secara bahasa maknanya adalah “kemuliaan atau keagungan
atau penghormatan”.
Seperti dalam firman Alloh Ta’ala
:
وَمَا قَدَرُواْ ٱللَّهَ حَقَّ
قَدۡرِهِۦٓ ٩١
“Dan mereka tidak menghormati
Allah dengan penghormatan yang semestinya…...” (QS
Al-An’am : 91)
Atau seperti ucapan seseorang : لفلان قدر , “fulan mempunyai qodr”, artinya dia mempunyai “kemuliaan dan
kedudukan”.
Ada pula yang berpendapat, dinamai
dengan Lailatul Qodar, karena orang-orang yang melakukan amal-amal ketaatan
pada malam itu akan mendapatkan “kedudukan yang agung” (di sisi Alloh) dan
“balasan atau pahala yang melimpah” (banyak).
Dan disana masih banyak pendapat
lainnya, mengapa dinamai seperti itu, wallohu a’lamu bis showab.
(lihat : Tafsir Al-Qurthubi,
pada penjelasan Surat Al-Qodar, dan Fathul Bari Syarh Shohih Al-Bukhori,
penjelasan hadits no. 2014)
Apa fadhilah/keutamaan
Lailatul Qodar tersebut ?
Tentang fadhilah dan keagungan
Lailatul Qodar, dijelaskan oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala dalam firman-Nya :
إِنَّآ أَنزَلۡنَٰهُ فِي
لَيۡلَةِ ٱلۡقَدۡرِ ١ وَمَآ أَدۡرَىٰكَ مَا لَيۡلَةُ ٱلۡقَدۡرِ
٢ لَيۡلَةُ
ٱلۡقَدۡرِ خَيۡرٞ مِّنۡ أَلۡفِ شَهۡرٖ ٣ تَنَزَّلُ
ٱلۡمَلَٰٓئِكَةُ وَٱلرُّوحُ فِيهَا بِإِذۡنِ رَبِّهِم مِّن كُلِّ أَمۡرٖ ٤ سَلَٰمٌ هِيَ
حَتَّىٰ مَطۡلَعِ ٱلۡفَجۡرِ ٥
“Sesungguhnya Kami telah
menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam
kemuliaan itu. Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu
turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Robb-nya untuk mengatur
segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS
Al-Qodar : 1-5)
As-Syaikh Abdurrahman bin
Nashir As-Sa’di rohimahulloh menjelaskan : “…Dinamai Lailatul
Qodar, karena besarnya kemuliaan dan keutamaannya di sisi Alloh, karena pada
saat itu Alloh Ta’ala mengatur segala urusan selama setahun yang akan datang,
baik yang berupa ajal (kematian seseorang), rejeki, dan semua ketentuan yang
dikehendaki-Nya.
Kemudian Alloh
mengagungkan/membesarkannya kerdudukannya, dengan firman-Nya (“Dan tahukah
kamu, apakah Lailatul Qodar itu ?”), yakni karena kedudukan/derajatnya yang
agung. Kemudian firman-Nya : (“Lailatul Qodar itu lebih baik dari seribu
bulan”), yakni sebanding dalam hal keutamaannya dengan seribu bulan, sehingga
beramal (sholih) bertepatan dengan saat itu, lebih baik daripada beramal selama
seribu bulan ……” (Taisir Al-Karimir Rohman fii Tafsir Kalamil Mannan,
(hal. 882), penjelasan Surat Al-Qodar)
Al-Imam Ibnu Katsir
rohimahulloh juga menjelaskan : “Para Malaikat banyak yang turun pada malam
ini, karena banyaknya kebaikan pada malam tersebut. Para Malaikat turun
bersamaan dengan turunnya keberkahan dan rahmat.” (Tafsir Ibnu Katsir,
5/444)
As-Syaikh Muhammad bin
Sholih Al-Utsaimin rohimahulloh juga menyatakan : “Dalam surat
yang mulia ini (yakni surat Al-Qodr), terdapat (penjelasan tentang) beberapa
keistimewaan Laiulatul Qodar, diantaranya sebagai berikut :
1. Alloh Ta’ala menurunkan
pada malam tersebut kitab suci Al-Qur’an, sebagi petunjuk bagi umat manusia,
dan kunci kebahagiaan bagi mereka di dunia dan di akhirat.
2. Alloh Ta’ala mengagungkan
Lailatul Qodar tersebut dengan pertanyaan : “Dan tahukah kamu, apakah
Lailatul Qodar itu ?”
3. Malam itu, lebih baik
daripada seribu bulan.
4. Para Malaikat turun pada
malam tersebut, dengan membawa kebaikan, rahmat, dan keberkahan.
5. Malam itu disebut “Salam”
(kesejahteraan), karena banyak hamba-hamba Alloh yang selamat dari siksaan
disebabkan ketaatannya kepada Alloh.
6. Alloh Ta’ala menjelaskan
tentang keutamaan Lailatul Qodar dengan menurunkan sebuah surat Al-Qur’an (yang
khusus, yaitu surat Al-Qodr ini) yang akan dibaca sepanjang masa hingga kiamat
tiba.”
(lihat : Majalis
Syahri Romadhon, hal. 252-253)
Lailatul Qodar itu akan tetap
ada terus setiap tahunnya (yakni setiap bulan Romadhon), ataukah telah
“diangkat” (ditiadakan) keberadannya ?”
Berdasarkan dalil-dalil yang
sangat banyak, yang shohih (benar) adalah Lailatul Qodar itu tetap ada terus.
Adapun apa yang diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhori dalam Shohih-nya
(no. 49), dari hadits Ubadah bin As-Shomit rodhiyallohu ‘anhu, dan juga
diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shohih-nya (no.
1167) dari hadits Abu Sa’id Al-Khudri rodhiyallohu ‘anhu, juga yang
diriwayatkan oleh Al-Bazzar dari hadits Al-Fatan bin Ashim
rodhiyallohu ‘anhu, yang mengisahkan tentang keluarnya Rosululloh shollallohu
‘alaihi wa sallam untuk mengabari para sahabat tentang Lailatul Qodar. Kemudian
beliau melihat ada dua orang yang saling berbantah-bantahan (bertengkar), kemudian
beliau melerai keduanya. Setelah itu beliau bersabda :
خرجت لأخبركم بليلة القدرفتلاحى فلان
وفلان فرفعت
“Aku keluar untuk mengabarkan kepada kalian tentang Lailatul
Qodar, tetapi kemudian fulan dan fulan saling berbantahan, sehingga diangkatlah
(yakni, beliau dilupakan tentang kapan kepastian terjadinya Lailatul Qodar itu,
edt.).”
Dan yang dimaksud dengan
“diangkat”, yakni diangkat tentang kepastian waktunya (bukan ditiadakan
keberadaannya). Disana ada beberapa perbedaan pendapat para ulama tentang masalah
ini, tetapi pendapat tersebut semuanya “syad” (nyeleneh), sehingga tidak
perlu dianggap.
Al-Imam An-Nawawi rohimahulloh
mengatakan : “Pendapat-pendapat yang syad (nyleneh) dari mereka tersebut,
adalah kesalahan yang nyata dan kekeliruan yang sangat jelas. Karena justru di
akhir hadits tersebut, terdapat bantahan bagi mereka. Karena Nabi shollallohu
‘alaihi wa sallam, setelah itu bersabda :
فرفعت، وعسى أن يكون خيرا لكم، فالتمسوها
في التاسعة ولسابعة والخامسة
“Kemudian diangkatlah (Lailatul Qodar itu), dan mudah-mudahan
hal itu menjadikan lebih baik bagi kalian. Karena itu, carilah Lailatul Qodar
tersebut pada malam ke sembilan (maksudnya ke-29), malam ke tujuh (maksudnya
ke-27) dan malam ke lima (maksudnya ke-25).
Seandainya yang dimaksud dengan
“diangkat” itu adalah diangkatnya keberadaan Lailatul Qodar tersebut (yakni
telah ditiadakan), tentu Nabi shollallohu ’alaihi wa sallam tidak akan
memerintahkan untuk mencari-carinya.” (selesai perkataan Imam An-Nawawi)
Jadi kesimpulannya, Lailatul Qodar
itu tetap ada setiap tahunnya, khususnya di bulan Romadhon yang mulia ini,
lebih khusus lagi di akhir-akhir Romadhon, pada sepuluh hari yang terakhir
(akan datang penjelasannya setelah ini), wallohu a’lamu bis showab.
(lihat : Al-Majmu’ Syarh
Al-Muhadzdzab (6/402), As-Syarhul Mumti’ (6/491) dan Fathul
Bari (no. 2023) )
Kapan terjadinya Lailatul
Qodar itu ?
Tentang penentuan kapan
kepastiannya, para ulama berbeda-beda pendapat banyak sekali. Al-Hafidz Ibnu
Hajar Al-Asqolani rohimahulloh menyebutkan dalam Fathul Bari, ada
lebih dari empat puluh pendapat dalam masalah ini.
Pendapat yang paling shohih dalam
masalah ini adalah yang menyatakan, bahwa Lailatul Qodar itu terjadi pada
malam-malam sepuluh hari terakhir dari bulan Romadhon. Sebagaimana sabda beliau
shollallohu ‘alaihi wa sallam :
التمسوها في العشر الأواخر
“Carilah Lailatul Qodar itu pada sepuluh hari terakhir (dari
bulan Romadhon).” (HR Imam Al-Bukhori no. 2021 dari
hadits Ibnu Abbas rodhiyallohu ‘anhuma, dan Imam Muslim no. 1165
dari hadits Ibnu Umar rodhiyallohu ‘anhuma)
Dalam lafadz lainnya :
تحروا ليلة القدر في العشر الأواخر من
رمضان
“Carilah Lailatul Qodar itu pada sepuluh hari terakhir dari
bulan Romadhon.” (HR Imam Al-Bukhori no. 2020 dan Imam
Muslim no. 1169, dari hadits Aisyah rodhiyallohu ‘anha)
Lebih khusus lagi, adalah pada
malam-malam ganjil dari sepuluh hari terakhir di bulan Romadhon tersebut.
Berdasarkan sabda Nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wa sallam :
التمسوها في الوتر من العشر الأواخر
“Carilah Lailatul Qodar
itu pada (malam-malam) ganjil dari sepuluh hari terakhir (dari bulan Romadhon
tersebut, edt.).” (HR Imam Al-Bukhori no. 2016 dan
2017, dari hadits Abu Said Al-Khudri dan Aisyah rodhiyallohu ‘anhuma, dan Imam
Muslim no. 1167 dari hadits Abu Said Al-Khudri rodhiyallohu ‘anhu)
Dalam lafadz yang lainnya :
تحروا ليلة القدر في الوتر من العشر
الأواخر من رمضان
“Carilah Lailatul Qodar itu pada (malam-malam) ganjil dari sepuluh
hari terakhir dari bulan Romadhon.” (HR Imam Al-Bukhori
no. 2017 dan Imam Muslim no. 1169, dari hadits Aisyah
rodhiyallohu ‘anha)
Kemudian, dari malam-malam ganjil
tersebut, manakah yang lebih ditekankan lagi untuk kita mencarinya ?
Dalam masalah ini para ulama pun
berbeda-beda pendapat. Jumhur ulama lebih menekankan, untuk mencarinya secara
khusus pada malam ke-27. Mereka berdalil dengan hadits Mu’awiyyah
bin Abi Sufyan rodhiyallohu ‘anhuma, bahwa Nabi shollallohun ‘alaihi wa sallam
bersabda tentang Lailatul Qodar :
هي ليلة سبع و عشرين
“Dia (malam Lailatul Qodar) itu adalah malam ke dua puluh
tujuh.” (HR Imam Abu Dawud no. 1386, sanadnya shohih)
Tetapi hadits tersebut, yang rojih
adalah Mauquf (hanya berhenti sanadnya sampai sahabat saja, tidak Marfu’
atau tidak terangkat sanadnya sampai kepada Nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi
wa sallam, edt.).
Para ulama yang merojihkan Mauqufnya hadits tersebut,
diantaranya : Ad-Daruquthni dalam Al-‘Ilal (7/65), Al-Hafidz Ibnu
Hajar Al-Asqolani dalam Bulughul Marom (no. 688), dan As-Syaikh
Muqbil bin Hadi Al-Wadi’I rohimahulloh dalam Ahaadits Mu’allah Dhohiruha
As-Shihhah (hal. 388).
Dalil lainnya pendapat mereka,
adalah pernyataan Sahabat Rosululloh yang mulia, Ubay bin Ka’ab rodhiyallohu
‘anhu, yang mengatakan :
والله إني لأعلمها هي الليلة التي
أمرنا رسول الله صلى الله عليه وسلم بقيامها، هي ليلة سبع وعشرين
“Demi Alloh, sungguh aku
benar-benar mengetahui malam apakah Lailatul Qodar itu, yaitu malam yang mana
Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam memerintah kami untuk
menegakkannya/menghidupkannya, yaitu malam dua puluh tujuh.” (HR Imam
Muslim no. 762)
Kemudian juga hadits Ibnu Abbas
rodhiyallohu ‘anhuma : “Bahwa ada seseorang yang berkata (kepada Nabi
shollallohu ‘alaihi wa sallam) : “Wahai Rosululloh, sesungguhnya berat terasa
bagiku untuk menghidupkan malam (secara keseluruhan di sepuluh hari terakhir di
bulan Romadhon, edt.). Kemudian suatu hari aku melalui suatu malam (dengan
beribadah padanya, edt.), aku berharap mudah-mudahan Alloh menepatkan aku
dengan Lailatul Qodar.” Kemudian Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam
bersabda : “Hendaknya engkau (engkau hidupkan dengan ibadah, edt.) pada malam
yang ketujuh (yakni yang ke-27).” (HR Imam Ahmad dalam Al-Musnad
no. 2149)
Demikianlah dalil-dalil yang
dijadikan pegangan untuk pendapat yang menyatakan, bahwa Lailatul Qodar itu
terjadi pada malam ke-27. Wallohu a’lam bis showab.
Tetapi kita tidak bisa menjadikan
dalil-dalil tersebut di atas untuk menetapkan bahwa Lailatul Qodar itu hanya
terjadi pada malam ke-27. Mengapa ? Ya, karena disana ada dalil-dalil lainnya
yang juga shohih, yang menunjukkan berbeda-bedanya saat terjadinya Lailatul
Qodar di masa Rosululloh dan para sahabat Rosululloh itu sendiri.
Diantaranya adalah hadits Abu
Sa’id Al-Khudri rodhiyallohu ‘anhu, bahwa terjadinya Lailatul Qodar ketika itu
pada malam ke-21 (HR Imam Al-Bukhori no. 2027 dan Imam
Muslim no. 1167). Kemudian dalam hadits Abdulloh bin Unais rodhiyallohu
‘anhu, dijelaskan bahwa Lailatul Qodar terjadi pada saat itu pada malam ke-23
(HR Imam Muslim no. 1168)
Maka berdasarkan hal itulah, tidak
bisa kita tentukan bahwa Lailatul Qodar itu terjadi pada malam tertentu saja
setiap tahunnya. Karena terjadinya Lailatul Qodar itu berbeda-beda atau berganti-ganti
setiap tahunnya sesuai dengan kehendak Alloh Ta’ala.
Sebagaimana dinyatakan oleh
Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqolani rohimahulloh : “Saya merojihkan (menguatkan),
bahwa Lailatul Qodar itu terjadinya pada sepuluh hari terakhir, dan
berganti-ganti (waktunya/saat terjadinya tersebut, edt.). ….. Para ulama
menyatakan : Hikmah tersembunyinya/tidak diketahuinya kepastian Lailatul Qodar
itu, agar manusia bersungguh-sungguh untuk mencarinya. Seandainya kepastian
malamnya itu diberitahukan, maka manusia hanya akan bersungguh-sungguh di malam
itu saja (sedangkan pada malam-malam lainnya tidak, edt.).” (Fathul Bari
Syarh Shohih Al-Bukhori, 4/266)
Al-Imam Abu Qilabah rohimahulloh
juga menyatakan : “Lailatul Qodar itu berganti-ganti (waktu terjadinya) pada
sepuluh hari terakhir (dari bulan Romadhon), pada malam-malam ganjil.” (HR Abdurrozzaq
(4/252) dan Ibnu Abi Syaibah (3/76) )
Kemudian, apabila seseorang tidak
mampu untuk menghidupkan seluruh malamnya dari sepuluh hari terakhir tersebut,
maka hendaknya dia menghidupkan malam-malamnya dengan ibadah pada tujuh hari
terakhir, jangan sampai terlewatkan dari hal itu.
Sebagaimana disebutkan dalam
hadits Abdulloh bin Umar rodhiyallohu ‘anhuma : “Bahwa sekelompok orang dari
sahabat Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam mereka
melihat-lihat/mencari-cari Lailatul Qodar pada tujuh hari terakhir. Maka Nabi
shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Aku melihat penglihatan kalian,
bahwa kalian telah sepakat (untuk mencari Lailatul Qodar itu) pada tujuh hari
terakhir. Maka barangsiapa diantara kalian mencari-carinya, maka carilah
Lailatul Qodar itu pada tujuh hari terakhir (yakni mulai malam ke-23 sampai
ke-29, edt.).” (HR Imam Al-Bukhori no. 2015 dan Muslim
no. 1165)
Demikian pula sebagaimana
disebutkan dalam hadits Abdulloh bin Umar roshiyallohu ‘anhuma, bahwa Nabi
shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda :
التمسوها في العشر الأواخر، فمن ضعف أو
عجز فلا يغلبن عن السبع البواقي
“Carilah Lailatul Qodar itu pada sepuluh hari terakhir (dari
bulan Romadhon). Barangsiapa lemah atau tidak mampu (untuk mencarinya pada
sepuluh hari tersebut semuanya, edt.), maka janganlah dia
terkalahkan/terluputkan untuk (mendapatkannya) pada tujuh hari sisanya.” (HR Imam Muslim (no. 1165)
(209) )
Demikianlah. Jadi, kesimpulannya :
“Lailatul Qodar itu terjadi pada sepuluh hari terakhir dari bulan Romadhon.
Lebih khusus lagi adalah pada malam-malam ganjil dari sepuluh hari terakhir
tersebut. Dan waktunya yang pasti, berganti-ganti setiap tahunnya, sesuai kehendak
Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Hikmahnya, agar kita bersungguh-sungguh untuk
mencarinya, dengan menghidupkan malam-malam tersebut untuk beribadah kepada
Alloh Ta’ala.” Wallohu a’lamu bis showab.
Adakah tanda-tanda
terjadinya Lailatul Qodar ? Apa sajakah itu ?
Ya, Rosululloh shollallohu ‘alaihi
wa sallam telah mengabarkan kepada kita tentang beberapa tanda terjadinya
Lailatul Qodar, agar kita bisa mengetahuinya. Diantaranya adalah sebagai
berikut :
Pertama : Malam
harinya itu adalah malam yang indah dan cerah, tidak berhawa panas dan tidak
pula dingin.
Tentang hal ini, telah datang
hadits Jabir rodhiyallohu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah
(no. 2190) dan Ibnu Hibban (no. 3688), namun dalam sanadnya ada
Al-Fudhoil bin Sulaiman, dia ini dho’if (lemah).
Kemudian juga hadits Ubadah bin
As-Shomit rodhiyallohu ‘anhu, yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Al-Musnad
(5/324), di dalam sanadnya ada Baqiyyah bin Al-Walid, tidak shorih (jelas)
bahwa dia meriwayatkan hadits dari syaikh-syaikhnya. Dan di dalam sanadnya Munqoti’
(terputus), yakni Kholid bin Ma’dan tidak pernah mendengar hadits dari Ubadah
bin As-Shomit.
Kemudian juga hadits Ibnu Abbas
rodhiyallohu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah (no.
2192) dan Al-Bazzar, sebagaimana dalam Kasyful Astar
(no. 1034), bahwa Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda :
ليلة القدر ليلة سمحة طلقة لا حارة ولا
باردة، تصبح شمسها صبيحتها ضعيفة حمراء
“Lailatul Qodar itu adalah malam yang indah, cerah, tidak panas
dan tidak pula dingin. Keesokan harinya, cahaya mataharinya melemah (sinarnya),
kemerah-merahan.” Tetapi
hadits ini di dalam sanadnya ada Zam’ah bin Sholih, dia ini dho’if.
Tetapi kemudian hadits tersebut
naik derajatnya menjadi Hasan berdasarkan syawahidnya
(penguat-penguatnya), wallohu a’lam bis showab.
Kedua : Terbitnya
matahari keesokan harinya (pada pagi harinya), sinarnya tidak menyilaukan.
Berdasarkan hadits Ubay bin Ka’ab
rodhiyallohu ‘anhu, bahwa Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda :
أن الشمس تطلع من ذلك اليوم لا شعاع
لها
“Bahwa matahari terbit pada hari itu tidak menyilaukan
(sinarnya).” (HR Imam Muslim no. 762).
Hadits ini mempunyai penguat dari
hadits Ibnu Mas’ud dan hadits Ubadah bin As-Shomit rodhiyallohu ‘anhuma,
sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Al-Musnad (3857),
dari jalan Abu As-Sholt, dari Abu Aqrob, keduanya perowi yang majhul (tidak
diketahui keadaannya).
Ketiga : Pada
malam itu, kadangkala terjadi turun hujan.
Sebagaimana hal itu ditunjukkan
dalam hadits Abu Said Al-Khudri rodhiyalllohu ‘anhu yang cukup panjang, diantaranya disebutkan
bahwa Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“………Carilah
Lailatul Qodar itu pada sepuluh hari yang terakhir. Dan juga carilah pada
(malam-malam yang) ganjil. Dan sungguh aku melihat diriku sujud (yakni sholat,
ketika terjadinya Lailatul Qodar itu, edt.) di atas air dan tanah (yakni karena
baru saja selesai turun hujan, sehingga lantai masjid yang hanya terbuat dari
pasir/tanah saja ketika itu, menjadi basah, edt.).” (HR Imam
Al-Bukhori no. 2018 dan Imam Muslim no. 1167)
Juga dijelaskan dalam hadits
Abdulloh bin Unais, sebagaimana dalam riwayat Imam Muslim (no.
1168), wallohu a’lam.
Apa yang harus kita
lakukan, bila kita beribadah di malam-malam
tersebut ?
Hendaknya kita bersemangat
menghidupkan malam-malam tersebut dengan melakukan banyak ibadah. Yang paling
utama, adalah Sholat Lail (Tarowih), karena Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam
bersabda :
من قام ليلة القدر إيمانا واحتسابا غفر
له ما تقدم من ذنبه
“Barangsiapa mendirikan sholat pada malam Lailatul Qodar, karena
keimanannya dan mengharap pahala kepada Alloh, maka akan diampuni dosa-dosanya
yang telah lalu.” (HR Imam Al-Bukhori no. 2014 dan Imam
Muslim no. 760)
Selain itu, menghidupkan malam
dengan memperbanyak membaca Al-Qur’an , berdzikir, berdoa dan sebagainya.
Diantara doa yang disunnahkan untuk kita baca adalah sebagaimana yang diajarkan
oleh Nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wa sallam kepada Aisyah rodhiyallohu ‘anhu. Aisyah berkata kepada harus aku ucapkan ?” Beliau berabda :
تقولين : اللهم إنك عفو تحب العفو فاعف
عني
“Ucapkanlah olehmu : “Ya Alloh, sesungguhnya Engkau adalah
Pemaaf (Pengampun), dan Engkau mencintai kemaafan (orang-orang yang meminta
maaf/ampunan, edt.), karena itu maafkanlah aku.” (HR At-Tirmidzi
no. 3513 dan Ibnu Majah no. 3850, dishohihkan oleh Syaikh
Al-Albani rohimahulloh dalam Al-Misykah no. 2091)
Demikianlah pembahasan ini, semoga
bermanfaat bagi kami dan kaum muslimin semuanya. Walhamdulillah.
(Diolah dari kitab Ithaful Anam bi Ahkami wa Masailish Shiyam (hal. 239-244), dengan beberapa tambahan dari sumber lainnya)
Akhukum fillah, Abu Abdirrohman Yoyok
WN Sby,