HAL-HAL YANG DIWAJIBKAN BAGI ORANG
YANG BERQURBAN DAN PADA HEWAN QURBAN TERSEBUT
Saudaraku kaum muslimin rohimahulloh......
Ketahuilah, diantara
kewajiban-kewajiban yang harus diperhatikan dan dilakukan oleh orang yang
hendak berqurban adalah sebagai berikut :
A. Orang
yang hendak berqurban, apabila telah memasuki sepuluh hari pertama di bulan
Dzulhijjah, tidak boleh baginya untuk menghilangkan sedikitpun dari rambut yang
tumbuh pada tubuhnya, atau memotong kukunya.
Hal ini berdasarkan sebuah
hadits dari Ummu Salamah rodhiyallohu ‘anha, bahwa Nabi shollallohu ‘alaihi wa
sallam bersabda :
إذا دخلت العشر وأراد أحدكم أن يضحي فلا يمس من شعره وبشره شيئا (وفي
لفظ لمسلم : من كان له ذبح يذبحه، فإذا أهل هلال ذي الحجة فلا يأخذن من شعره ولا
من أظفاره شيئا حتى يضحي)
“Apabila
telah masuk sepuluh hari (pertama di bulan Dzulhijjah), dan salah seorang dari
kalian berkeinginan untuk berqurban, maka janganlah dia menyentuh (yakni
mengambilnya dengan mencukurnya, mencabutnya atau memotongnya, edt.) sedikitpun
dari rambutnya dan kulitnya.”
Dalam lafadz yang lainnya
juga dalam riwayat Imam Muslim :“Barangsiapa mempunyai (hewan) sembelihan
yang akan dia sembelih (untuk qurban), maka apabila telah muncul hilal (bulan
sabit tanggal satu) dari hilal Dzulhijjah, maka janganlah dia mengambil
sedikitpun dari rambutnya dan juga kukunya, hingga dia menyembelih qurbannya.”
(HR Imam Muslim no. 1977)
Para ulama berbeda
pendapat tentang apa hukum larangan dalam hadits tersebut di atas. Sebagian
ulama berpendapat haramnya hal tersebut, ini adalah pendapatnya
Sa’id bin Al-Musayyib, Robi’ah, Ahmad, Ishaq, Dawud dan sebagian
sahabat-sahabat As-Syafi’i.
Sebagian lainnya
berpendapat hukumnya makruh tanzih (hanya makruh saja, tidak
sampai pada derajat haram), ini adalah pendapatnya Imam As-Syafi’i dan
mayoritas sahabat-sahabatnya (yakni para ulama yang semadzhab dengan beliau).
Sebagian lainnya
berpendapat hukumnya tidak makruh, ini adalah pendapatnya Imam
Malik (beliau punya beberapa pendapat dalam masalah ini) dan Abu Hanifah.Imam
Malik juga berpendapat dimakruhkannya hal tersebut.
Beliau juga pendapat
lainnya, yaitu berpendapat hukumnya diharamkan pada sembelihan qurban
yang hukumnya tathowwu (sunnah saja), tetapi tidak harom bila sembelihannya itu
wajib, ini adalah pendapat beliau sebagaimana yang diceritakan oleh
Imam Ad-Darimi rohimahulloh.
(lihatAl-Majmu’
Syarh Al-Muhadzdzab (8/392) karya Imam An-Nawawi rohimahulloh, dan Syarhus
Sunnah (4/348) karya Imam Al-Baghowi rohimahulloh)
Lalu mana yang rojih (kuat
dan terpilih) dari pendapat-pendapat tersebut di atas ? Al-Imam As-Syaukani
rohimahulloh berkata : “Yang nampak benar adalah orang yang berpendapat haramnya
(mengambil/menghilangkan sedikitpun dari rambut atau kukunya) bagi orang yang
akan berqurban…..” (Nailul Author, 3/475)
Guru kami, Syaikh Abu
Abdirrohman Yahya bin Ali Al-Hajuri hafidzhohulloh menegaskan : “Dengan ini
kita ketahui, bahwa pendapat yang menyatakan haromnya hal tersebut adalah
pendapat yang shohih (benar),dikarenakan dhohirnya dalil-dalil yang
dijadikan pegangan para a’immah (para ulama) rohimahumulloh yang
berpendapat dengan pendapat ini.”(At-Tajliyyah li Ahkamil Hadyi wal
Udh-hiyyah, hal. 42)
Guru kami yang lainnya,
Syaikh Abu Abdillah Muhammad bin Ali bin Hizam hafidzhohulloh juga berkata :
“(Pendapat) yang shohih adalah hukumnya harom. Inilah yang ditarjih (dikuatkan)
oleh Imam As-Shon’ani dan As-Syaukani, kemudian juga Syaikh Al-‘Allamah
Al-Wadi’i dan Syaikh Al-‘Allamah Ibnu Utsaimin rohimahumulloh….” (Fathul
‘Allam, 5/517-518)
Pendapat seperti itu pula
(yakni haramnya hal tersebut) yang dirojihkan oleh Syaikh Al-‘Allamah
As-Syinqithi rohimahulloh dalam Adhwaa’ul Bayan (5/640).
Wallohu a’lam bis showab.
Masalah : “Siapakah yang terkena
hukum larangan tersebut, apakah khusus untuk orang yang berqurban (yakni
seorang suami yang telah mengeluarkan harta untuk qurban bagi dirinya dan untuk
keluarganya), ataukah juga berlaku bagi seluruh anggota keluarganya ?”
Dalam masalah ini para ulama berbeda
pendapat. Adapun Syaikh Abdul Aziz bin Baaz rohimahulloh
menyatakan : “Yang benar adalah bahwa hanya orang yang berqurban sajalah yang
tidak boleh mengambil (rambut dan kulitnya dan juga kukunya) sampai dia
menyembelih qurbannya. Adapun orang yang diniatkan untuknya qurban tersebut,
seperti istri dan anak-anaknya, maka tidak berdosa apabila mereka melakukan hal
tersebut, karena kepala keluargalah yang mengeluarkan harta untuk berqurban,
inilah pendapat yang benar.” (lihatMajmu’ Fatawa Syaikh bin Baz,
25/242)
Adapun guru kami yang
mulia, Syaikh Abu Abdirrohman Yahya bin Ali Al-Hajuri
hafidzohulloh berpendapat bahwa larangan tersebut mencakup istri, anak-anak
beserta seluruh anggota keluarga, dan siapa saja yang diniatkan pahala qurban
untuknya. (At-Tajliyah, hal 41).
Beliau membawakan
pernyataan As-Syaikh Al-‘Allamah Manshur bin Yunus Al-Bahuti rohimahulloh
sebagai berikut : “Orang yang hendak berqurban dan juga orang yang diniatkan
qurban untuknya (seperti istri dan anak-anak serta seluruh penghuni
rumahnya,edt.), lalu masuk pada sepuluh hari (pertama di bulan Dzulhijjah),
diharamkan atasnya mengambil sedikitpun dari rambutnya, kukunya dan kulitnya
sampai dia menyembelih, meskipun dengan satu sembelihan (hewan qurban) bagi orang
yang berqurban untuk (keluarga) yang jumlahnya lebih banyak.” (Kasyaful
Qina’ ‘an Matanil Iqna’ (4/1241), lihat juga At-Tajliyyah,
hal. 42)Wallohu a’lam.
Masalah :“Apa hikmah larangan tersebut ?
Tentang masalah ini,
dijelaskan oleh para ulama sebagai berikut : “Hikmah larangan sebagaimana
hadits tersebut di atas adalah karena orang yang berqurban itu mirip seperti
orang yang menjalani ibadah haji dalam sebagian amalannya, yaitu mendekatkan
diri kepada Alloh dengan qurban, sehingga diapun terkena sebagian hukum dan
larangan seperti orang yang sedang beribadah haji. Wallohu a’lam bis
showab.” (lihatTahdzibus Sunan
(4/99) karya Al-Imam Ibnul Qoyyim rohimahulloh, Ahkamul Udh-hiyyah
(hal. 60) karya Syaikh Al-‘Allamah Ibnu Utsaimin rohimahulloh)
B. Al-Ihsan (berbuat baik dan lemah lembut) terhadap hewan
sembelihan.
Hal ini berdasarkan hadits Syaddad bin
Aus rodhiyallohu ‘anhu, bahwa Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Sesungguhnya Alloh
mewajibkan berbuat ihsan terhadap segala sesuatu. Maka apabila kamu membunuh,
berbuatlah ihsan dalam membunuhnya.Dan apabila kamu menyembelih, maka
berbuatlah ihsan dalam menyembelihnya.Hendaknya salah seorang dari kamu
mengasah (lebih dulu) pisau (alat menyembelihnya), dan hendaknya pula dia
menyenangkan sembelihannya.”
(HR Imam Muslim, no. 1955)
Juga berdasarkan hadits Qurroh bin
Iyyas rodhiyallohu ‘anhu :
“Bahwasannya ada seseorang bertanya
kepada Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam : “Wahai Rosululloh,
sesungguhnya aku akan menyembelih seekor kambing, dan aku kasihan kepadanya.”
Atau dia mengatakan : “Sesungguhnya aku benar-benar menyayangi kambing yang
akan kusembelih.” Maka Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Seekor kambing, yang jika kamu menyayanginya (ketika menyembelihnya), niscaya
Alloh akan menyayangimu pula.”
(HR Imam Ahmad dalam Al-Musnad
(3/436) dengan sanad yang shohih, dishohihkan Syaikh Yahya hafidzhohulloh dalam
At-Tajliyyah, hal. 43)
Diantara bentuk rasa kasih
sayang pada hewan sembelihan, selain kita diperintah untuk menajamkan pisau
atau alat untuk menyembelih, hendaknya juga janganlah kita mengasah/menajamkan
pisau tersebut dihadapan hewan yang akan kita sembelih.
Sebagaimana disebutkan
dalam hadits Ibnu Abbas rodhiyallohu ‘anhuma :“Bahwa ada seseorang yang telah
membaringkan seekor kambing yang akan disembelihnya, dan dia ketika itu sedang
mengasah pisaunya (di hadapan hewan sembelihannya tersebut), maka Nabi
shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya : “Apakah engkau ingin
menjadikan dia (hewan sembelihanmu itu) mati berkali-kali ? Mengapa tidak
engkau asah pisaumu sebelum engkau membaringkannya ?” (HR Al-Hakim
(4/231), sanadnya shohih)
C. Tidak
boleh menjual sedikitpun dari bagian tubuh hewan sembelihan qurban. Dan tidak
boleh pula memberikan kepada tukang jagal (tukang menyembelih) berupa bagian
dari tubuh hewan sembelihan itu sebagai upah atas pekerjaannya, tetapi
hendaknya upahnya diambilkan dari selain harta qurban.
Hal ini berdasarkan hadits
Ali bin Abi Tholib rodhiyallohu ‘anhu, dia berkata :
“Rosululloh shollallohu
‘alaihi wa sallam menyuruhku untuk mengurusi onta-onta (qurban) beliau, dengan
menyedekahkan dagingnya, kulitnya dan isi perutnya. Dan (juga) tidak memberikan
kepada si tukang jagal sedikitpun darinya (dari dagingnya, atau kulitnya atau
isi perutnya tersebut, edt.). Ali rodhiyallohu ‘anhu juga berkata : “Kami
memberikan kepada si tukang jagal itu sesuatu dari (harta) kami.” (HR Imam Al-Bukhorino.
1717 dan Muslim no. 1317)
Imam An-Nawawi rohimahulloh berkata :
“Tidak boleh menjual kulit hewan Hadyu (sembelihan sebagai denda bagi
jama’ah haji) dan kulit hewan sembelihan
qurban, serta (tidak boleh menjual) sedikitpun dari anggota-anggota
tubuhnya….” (Syarh Shohih Muslim)
Guru kami, Syaikh
Yahya bin Ali Al-Hajuri hafidzhohulloh menegaskan : “Ini adalah
pendapat yang shohih, yang dikuatkan dengan dhohir larangan (dalam hadits
tersebut), dan dengan ini kami merasa cukup (yakni tidak butuh lagi) dari
menyebutkan pendapat-pendapat yang tidak shohih.” (At-Tajliyyah,
hal. 47)
Al-Imam Ibnu Qudamah rohimahulloh juga
menjelaskan : “……Adapun apabila memberikan kepada si tukang jagal itu (dari
daging sembelihan qurban dan lainnya)
karena kemiskinannya atau sebagai hadiah untuknya, maka hal ini tidak mengapa,
karena memang dia adalah orang yang berhak mengambilnya/menerimanya. Keadaan
dia sama seperti yang lainnya, bahka dia lebih utama (untuk menerimanya),
karena dia adalah orang yang bersentuhan langsung dengan sembelihan tersebut
(yakni karena dia yang menyembelihnya), dan tentunya jiwanya punya keinginan
untuk mendapatkan bagian darinya.”
Beliau juga mengatakan :
“Ringkasnya, tidak boleh menjual sedikitpun dari (bagian tubuh) hewan
sembelihan qurbannya, tidak dagingnya, tidak pula kulitnya, baik sembelihannya
itu sembelihan yang wajib ataupun yang tathowwu’ (sunnah), karena semuanya itu
telah dita’yin (ditentukan secara khusus) sebagai sembelihan qurban.Imam
Ahmad bin Hambal rohimahulloh berkata : “Tidak boleh menjual sesuatupun dari
sembelihan qurbannya. Subhanalloh, bagaimana dia bisa menjualnya, padahal dia
telah menjadikan (sembelihan qurbannya) itu untuk Alloh Tabaroka wa Ta’ala ?”
(lihatAl-Mughni, 9/450)
Demikianlah beberapa kewajiban yang
harus diperhatikan oleh orang yang hendak berqurban. Wallohu a’lamu bis showab.
Maroji’ :
1. At-Tajliyyah,
li Ahkamil Hadyi wal Udh-hiyyah, karya guru kami, Fadhilatus Syaikh
Abu Abdirrohman Yahya bin Ali Al-Hajuri hafidzhohulloh.
2. Fathul
‘Allam, fii Dirosah Ahaaditsi Bulughil Marom (jilid 5), karya guru kami Syaikh
Abu Abdillah Muhammad bin Ali bin Hizam Al-Fudholi Al-Ba’dani hafidzhohulloh.