BOLEHKAH MENYEMBELIH QURBAN ATAS NAMA ORANG YANG TELAH MENINGGAL DUNIA ?
Diantara kita mungkin ada yang bertanya : “Bolehkah kita menyembelih hewan qurban atas nama orang tua kita atau kerabat kita yang telah meninggal dunia ?”
Jawabnya :
Tentang masalah ini, dijawab dan
dijelaskan oleh Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin
rohimahulloh sebagai berikut :
“(Berqurban itu) disunnahkan dari orang yang
masih hidup. Oleh karena itulah, Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam tidak
pernah berqurban untuk Khodijah rodhiyallohu ‘anha, istri beliau yang paling
dicintainya, tidak juga untuk Hamzah rodhiyallohu ‘anhu, paman yang beliau
cintai, tidak pula untuk putri-putri beliau yang telah wafat semasa hidup
beliau, padahal mereka semua adalah bagian dari beliau.
Beliau hanya berqurban
atas nama diri dan keluarga beliau (yang masih hidup). Dan barangsiapa
memasukkan orang yang telah meninggal dunia pada keumuman (keluarganya), maka
pendapatnya masih bisa ditoleransi.
Tetapi berqurban atas nama orang yang telah
meninggal dunai itu statusnya hanya mengikut, bukan berdiri sendiri. Oleh
karena itu, tidak disyari’atkan berqurban atas nama orang yang telah meninggal
secara tersendiri, karena tidak warid (datang) riwayat (yang shohih)
dari Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam.”
(As-Syarhul Mumti’,
3/423-424 dan 389-390)
Syaikh Muhammad bin Sholih
Al-Utsaimin rohimahulloh juga mengatakan : “Berqurban atas nama orang yang
telah meninggal dunia itu diperbolehkan pada keadaan berikut :
1. Bila
orang yang telah meninggal dunia itu pernah bernadzar (untuk berqurban) sebelum
wafatnya, maka nadzar tersebut dipenuhi (dilaksanakan oleh keluarganya yang
masih hidup), karena termasuk nadzar ketaatan.
2. Bila
orang yang telah meninggal dunia itu pernah berwasiat sebelum wafatnya (untuk
berqurban), maka wasiat itu dapat terlaksana, dengan syarat (harta untuk qurban
tersebut) tidak melebihi 1/3 (sepertiga) dari harta orang yang telah meninggal
dunia itu.
(Syarh Bulughil Marom, 6/87-88)
Mungkin masih ada yang bertanya lagi : “Bukankah ada hadits
yang menunjukkan bolehnya berqurban atas nama orang yang telah meninggal dunia
?”
Jawabnya :
Ya benar ada, tetapi haditsnya Dho’if
(lemah), dan hadits tersebut dikeluarkan oleh Al-Imam Abu Dawud
dalam Sunan-nya (no. 2790), At-Tirmidzi (no. 1495), Imam
Ahmad dalam Al-Musnad (1/107) no. 843 dan (1/149), serta Al-Hakim
(4/229), dari jalan : Syarik bin Abdillah An-Nakho’i, dari Abul Hasna’,
dari Al-Hakam bin Utaibah, dari Hanasy bin Al-Mu’tamir, dari Ali rodhiyallohu
‘anhu, dia berkata :
أمرني رسول الله صلى الله عليه وسلم أن أضحي عنه، فأنا أضحي عنه أبدا
“Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa
sallam memerintah aku agar berqurban (menyembelihkan hewan qurban) untuk
beliau, maka akupun berqurban untuk beliau selamanya.”
Guru kami, Syaikh Yahya Al-Hajuri
hafidzhohulloh berkata : “Ini adalah hadits yang dho’if, di dalamnya terdapat
tiga cacat :
1. Syarik
An-Nakho’i, dia adalah perowi yang dho’if.
2. Abul
Hasna’, dia majhul (tidak dikenal keadaannya), sebagaimana dalam At-Taqrib
wa At-Tahdzib, tidak ada yang meriwayatkan darinya selain Syarik. Imam
Adz-Dzahabi berkata : “Dia tidak dikenal !”
3. Hanasy
bin Al-Mu’tamir, pada haditsnya ada kelemahan, untuk itulah Imam At-Tirmidzi
mengatakan : “Ini adalah hadits yang ghorib (asing), kami tidak mengetahuinya kecuali
dari hadits Syarik.
(lihatAt-Tajliyyah,
(hal. 58), Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqolani rohimahulloh dalam At-Taqrib
menyatakan tentang Hanasy : “Shoduq lahu auham” (jujur, tetapi punya
beberapa kesalahan). Hadits tersebut juga dimasukkan oleh Ibnu ‘Adi dalam Al-Kamil (2/844)
sebagai salah satu kelemahan Hanasy, lihat juga Aunul Ma’bud,
5/222)
Sebagian ulama memberikan keringanan
(bolehnya) berqurban dari mayyit, sedangkan yang lainnya memandang tidak
bolehnya berqurban untuk mayyit.
Al-Imam Abdulloh Ibnul Mubarok
rohimahulloh berkata : “Aku lebih suka untuk bersedekah dari si mayyit, bukan
berqurban dari si mayyit.” Al-Mubarokfuri rohimahulloh berkata : “Tidak aku
dapati satupun hadits yang marfu’ lagi shohih tentang (bolehnya) berqurban
dari/untuk si mayyit.” (Tuhfatul Ahwadzi, 5/66)
Berdasarkan uraian tersebut di atas
itulah, guru kami yang mulia, Syaikh Yahya Al-Hajuri
hafidzhohulloh menegaskan : “Menyembelih qurban dari/untuk si mayyit adalah
tidak disyari’atkan.” (At-Tajliyyah, hal. 58)
Wallohu a’lamu bis showab. Semoga
uraian yang ringkas ini memberikan manfaat.
Maroji’ :
1. At-Tajliyyah, li Ahkamil
Hadyi wal Udh-hiyyah, karya guru kami, Fadhilatus Syaikh Abu Abdirrohman Yahya
bin Ali Al-Hajuri hafidzhohulloh.
2. Fathul ‘Allam, fii Dirosah
Ahaaditsi Bulughil Marom (jilid 5), karya guru kami Syaikh Abu Abdillah Muhammad bin
Ali bin Hizam Al-Fudholi Al-Ba’dani hafidzhohulloh.
Penyusun : Abu
Abdirrohman Yoyok WN Sby