MENGENAL HUKUM SEPUTAR UDH-HIYAH (Bagian ke-5)



BOLEHKAH MENYEMBELIH QURBAN ATAS NAMA ORANG YANG TELAH MENINGGAL DUNIA ?

Hasil gambar untuk masjid al haram
Diantara kita mungkin ada yang bertanya : “Bolehkah kita menyembelih hewan qurban atas nama orang tua kita atau kerabat kita yang telah meninggal dunia ?”

Jawabnya :

Tentang masalah ini, dijawab dan dijelaskan oleh Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin rohimahulloh sebagai berikut : 

“(Berqurban itu) disunnahkan dari orang yang masih hidup. Oleh karena itulah, Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam tidak pernah berqurban untuk Khodijah rodhiyallohu ‘anha, istri beliau yang paling dicintainya, tidak juga untuk Hamzah rodhiyallohu ‘anhu, paman yang beliau cintai, tidak pula untuk putri-putri beliau yang telah wafat semasa hidup beliau, padahal mereka semua adalah bagian dari beliau. 

Beliau hanya berqurban atas nama diri dan keluarga beliau (yang masih hidup). Dan barangsiapa memasukkan orang yang telah meninggal dunia pada keumuman (keluarganya), maka pendapatnya masih bisa ditoleransi. 

Tetapi berqurban atas nama orang yang telah meninggal dunai itu statusnya hanya mengikut, bukan berdiri sendiri. Oleh karena itu, tidak disyari’atkan berqurban atas nama orang yang telah meninggal secara tersendiri, karena tidak warid (datang) riwayat (yang shohih) dari Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam.” 

(As-Syarhul Mumti’, 3/423-424 dan 389-390)


Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin rohimahulloh juga mengatakan : “Berqurban atas nama orang yang telah meninggal dunia itu diperbolehkan pada keadaan berikut :

1.  Bila orang yang telah meninggal dunia itu pernah bernadzar (untuk berqurban) sebelum wafatnya, maka nadzar tersebut dipenuhi (dilaksanakan oleh keluarganya yang masih hidup), karena termasuk nadzar ketaatan.

2.  Bila orang yang telah meninggal dunia itu pernah berwasiat sebelum wafatnya (untuk berqurban), maka wasiat itu dapat terlaksana, dengan syarat (harta untuk qurban tersebut) tidak melebihi 1/3 (sepertiga) dari harta orang yang telah meninggal dunia itu. 

(Syarh Bulughil Marom, 6/87-88)


Mungkin masih ada yang bertanya lagi : “Bukankah ada hadits yang menunjukkan bolehnya berqurban atas nama orang yang telah meninggal dunia ?”

Jawabnya :

Ya benar ada, tetapi haditsnya Dho’if (lemah), dan hadits tersebut dikeluarkan oleh Al-Imam Abu Dawud dalam Sunan-nya (no. 2790), At-Tirmidzi (no. 1495), Imam Ahmad dalam Al-Musnad (1/107) no. 843 dan (1/149), serta Al-Hakim (4/229), dari jalan : Syarik bin Abdillah An-Nakho’i, dari Abul Hasna’, dari Al-Hakam bin Utaibah, dari Hanasy bin Al-Mu’tamir, dari Ali rodhiyallohu ‘anhu, dia berkata :

أمرني رسول الله صلى الله عليه وسلم أن أضحي عنه، فأنا أضحي عنه أبدا

“Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam memerintah aku agar berqurban (menyembelihkan hewan qurban) untuk beliau, maka akupun berqurban untuk beliau selamanya.”


Guru kami, Syaikh Yahya Al-Hajuri hafidzhohulloh berkata : “Ini adalah hadits yang dho’if, di dalamnya terdapat tiga cacat :

1.    Syarik An-Nakho’i, dia adalah perowi yang dho’if.

2.  Abul Hasna’, dia majhul (tidak dikenal keadaannya), sebagaimana dalam At-Taqrib wa At-Tahdzib, tidak ada yang meriwayatkan darinya selain Syarik. Imam Adz-Dzahabi berkata : “Dia tidak dikenal !”

3.   Hanasy bin Al-Mu’tamir, pada haditsnya ada kelemahan, untuk itulah Imam At-Tirmidzi mengatakan : “Ini adalah hadits yang ghorib (asing), kami tidak mengetahuinya kecuali dari hadits Syarik.

(lihatAt-Tajliyyah, (hal. 58), Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqolani rohimahulloh dalam At-Taqrib menyatakan tentang Hanasy : “Shoduq lahu auham” (jujur, tetapi punya beberapa kesalahan). Hadits tersebut juga dimasukkan oleh Ibnu  ‘Adi dalam Al-Kamil (2/844) sebagai salah satu kelemahan Hanasy, lihat juga Aunul Ma’bud, 5/222) 

Sebagian ulama memberikan keringanan (bolehnya) berqurban dari mayyit, sedangkan yang lainnya memandang tidak bolehnya berqurban untuk mayyit. 

Al-Imam Abdulloh Ibnul Mubarok rohimahulloh berkata : “Aku lebih suka untuk bersedekah dari si mayyit, bukan berqurban dari si mayyit.” Al-Mubarokfuri rohimahulloh berkata : “Tidak aku dapati satupun hadits yang marfu’ lagi shohih tentang (bolehnya) berqurban dari/untuk si mayyit.” (Tuhfatul Ahwadzi, 5/66)

Berdasarkan uraian tersebut di atas itulah, guru kami yang mulia, Syaikh Yahya Al-Hajuri hafidzhohulloh menegaskan : “Menyembelih qurban dari/untuk si mayyit adalah tidak disyari’atkan.” (At-Tajliyyah, hal. 58)

Wallohu a’lamu bis showab. Semoga uraian yang ringkas ini memberikan manfaat.

Maroji’ :
1.  At-Tajliyyah, li Ahkamil Hadyi wal Udh-hiyyah, karya guru kami, Fadhilatus Syaikh Abu Abdirrohman Yahya bin Ali Al-Hajuri hafidzhohulloh.
2.     Fathul ‘Allam, fii Dirosah Ahaaditsi Bulughil Marom (jilid 5), karya guru kami Syaikh Abu Abdillah Muhammad bin Ali bin Hizam Al-Fudholi Al-Ba’dani hafidzhohulloh.


Penyusun : Abu Abdirrohman Yoyok WN Sby